Perceraian adalah perbuatan yang sangat dihindari, namun undang-undang telah mengatur tata cara perceraian apabila memang itu sudah menjadi pilihan terakhir.
Pemerintah didalam aturan perundang-undangan utamanya uu n0.1 tahun 1974 mengatur tata cara perceraian yang dimaksut.
Berikut kami lampirkan Tata Cara Perceraian dan aturan-aturan yang mengikat menurut uu n0.1 tahun 1974 :
Tata Cara Perceraian
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.
Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim Surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi
didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16,
Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu
dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak 4 pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya
- sebagai suami/isteri:
- Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
- akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 20
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan ditempat
kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat
meninggalkan rumah.
(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke
rumah kediaman bersama.
Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat
kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.
Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, maka untuk mendapatkan putusan perceraian
sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai
keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 24
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan dapat:
- Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
- Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
- Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.
Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai
gugatan perceraian itu.